Makalah Antropologi Tentang Adat Masyarakat Jawa

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya Jawa adalah sebuah pulau yang terdiri beberepa bagian yaitu Jawa Barat, jawa Timur, Jawa Tengah. Jawa adalah salah satu pulau yang memiliki beraneka macam suku, ras, budaya, maupun bahasanya. Jawa pun selain memiliki jurnal kependudukan yang tinggi juga memiliki kekayaan suku bangsa yang tinggi pula. Sejarahnya adalah Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa.Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.
Lazim adanya jika di setiap kepulauan memiliki suku dan kebudayaan yang dimiliki setiap daerah itu sendiri. Karena pada dasarnya salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia adalah adat, suku, ras, budaya. Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Alasan inilah yang mendasari betapa pentingnya pembelajaran para pelajar akan kekayaan budaya khususnya adat jawa.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di rumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.  Bagaimana keadaan suku budaya Jawa serta pemanfaatannya
2.  Apakah upaya pemerintah dalam pelestarian suku jawa
3.  Bagaimana cara mengembangkan budaya jawa di era globalisasi
4.  Apakah kendala dan permasalahan yang terjadi di suku Jawa
1.3 Tujuan Penulisan

Secara umum penulisan ini memiliki tujuan sebagai berikut
1.      Untuk mengetahui keadaan suku Jawa serta pemanfaatannya
2.      Mengetahui seberapa besar perhatian pemerintah terhadap perkembangan suku Jawa
3.      Mengetahui cara pengembangan budaya Jawa di era globalisasi
4.      Mengetahui kendala permasalahan yang dialami di suku Jawa


                                                                              BAB II
                                                                TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan adat Jawa
Perkembangan mayarakat adat jawa yang terjadi dalam ruang lingkup adat jawa adalah suatu kolaborasi antara kentalnya suatu adapt istiadat yang di anut masyarakatnya dan era modernisasi. Menurut Wikipedia.com menjelaskan bahwasannya Kentalnya budaya mistik yang selalu ada di dalam perayaan upacara – upacara adat jawa menunujukkan betapa kentalnya budaya maupun kepercayaan yang ada di daerah Jawa. Daerah yamg memiliki masyarakat  +  66 Juta orang ini tidak seluruhnya masih menjunjung atau mengental di dalam dirinya sebuah adapt istiadat. Dikarenakan seluruh masyarakat yang asli berasal dari suku Jawa telah melakukan perantauan ke seluruh penjuru Indonesia maka secara tidak langsung seluruh kebudayaan telah tersebar luas di seluruh Indonesia. Pada acara – acara Internasional pengenalan budaya maupun pertukaran budaya, budaya yang sering dibawakan perwakilan Indonesia berdominan adata Jawa.
2.2. Kepercayaan adat Jawa
Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejaen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat.  Sedangkan menurut Wibowo, dkk ( 1993 ) Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kaburdaerah pedesaan. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejaen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur.
Kepercayaan yang di anut mayoritas masyarakat Jawa tidak mengikat. Seluruh masyarakat Jawa di berikan kebebasan penuh tentang memilih agama dan kepercayaannya masing-masing. Namun mayoritas masyarakat Jawa menganut agama islam kejaen yaitu islam yang masih mengikuti adat istiadat jawa.
                                                                                   BAB III
                                                                           PEMBAHASAN
 3.1. Keadaan serta pemanfaatan suku Jawa

Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. [1] Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger. Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja. 
1. Bahasa
Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat
1.    Kepercayaan
Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur.
C. Teknologi
Pengaruh teknologi dalam suku ini tidak terlalu banyak mempengaruhi keadaan suku Jawa ini. Tak ayal suku ini wmengalami banyak perkembangan dikarenakan kemurnian adat ini tanpa banyak tersewntuh sebuah revolusi teknologi masa kini. Namun telah terdapat pula kolaborasi alat music tradisional Jawa dewngan arasement komputer. Ini menandakan bahwasannya teknologi pun ikut berkolaborasi dengan salah satu unsur adat Jawa.
D. Stratifikasi social
Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok kaum santri, abangan dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejaen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India
E. Kesenian
Orang Jawa terkenal dengan adat dan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.
F.   Mata Pencaharian
Mayoritas orang Jawa berprofesi sebagai petani, namun di perkotaan mereka mendominasi pegawai negeri sipil, BUMN, anggota DPRDPRD, pejabat eksekutif, pejabat legislatif, pejabat kementerian dan militer. Orang Jawa adalah etnis paling banyak di dunia artis dan model. Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Orang Jawa mendominasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, AS dan Eropa.

G. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat jawa ialah bilateral. Semua kakak laki-laki, kakak wanita, ayah dan ibu beserta istri-istri maupun suami masing-masing di klasifikasikan menjadi satu dengan istilah siwa atau tuwa. Dalam adat perkawinan Jawa bahwa 2 orang saudara sekandung tidak boleh kawin bila mereka pwanxcer lanang, yaitu anak dari 2 orang saudara sekandung laki-laki. Diluar sistem kekerabatan mereka boleh kawin. Bentuk perkawinan lain yang diperbolehkan, yaitu ngarang wulu ( perkawinan seorang duda dengan seorang wanita salah satu adik almarhum istrinya ) dan ngarang wahyu ( perkawinan lebih dari seorang istri atau poligami ).
Makanan Khas masyarakat Jawa
Sate komoh
Gudeg
Rawon
Rumah Adat Jawa
Rumah Joglo
Rumah kudus

3.2. Perhatian pemerintah terhadap pengembangan suku Jawa

Pemerintahan di yang berada di sekitar Jawa Tengah, Jawa Timur,hingga Jawa Barat mengakui betul adanya kekayaan budaya yang mereka miliki di daerah itu. Perhtian pemerintah terbukti dngan diadakannya perlombaan antar sekolah dalam memainkan alat-alat musik tradisional adat jawa. Contohnya adalah  gamelan, angklung jawa, dll. Pemerintahpun menyatakan kesiapannya dalam pemeliharaan budaya jawa ini.
Terbukti dengan usaha keras pemerintah dalam pemeliharaan budaya ini adalah para pelajar yang saat ini mengenal betul cotak budaya Jawa khususnya para pelajar yang ada di daerah itu sendiri. Pemerintah pun juga telah siap menyediakan dana untuk pengembangan budayanya. Saat ini budaya jawapun tetap terasa kental jika kita pergi ke daerah-daerah yang bercorak budaya Jawa, seperti Jogjakarta, Solo, Semarang dan daerah sekitar jawa timur. Suku jawa sendiripun telah diakui perkembangannya setelah diadakan konser bertaraf internasional. Karena sesungguhnya pemerintahpun menyadari bahwa salah satu kekayaan negara Indoneisa adalah keanekaragaman budaya.
Upaya pemerintah agar budaya Jawa tidak sampai pada titik kepunah adalah dengan diadakannya pelajaran wajib di sekolah mengenai buda Jawa, dan itu pula yang dilakukan pemerintah-pemerintah daerah yang memiliki keanekaragaman budaya. Pemerintah pun menegaskan kepada seluruh pelajar khususnya bagi para mahasiswa agar dapat mengemabngkan suku ini dengan baik. . Mahasiswa yang mampu membawa kebudayaan jawa ini di gunakan untuk mengadakan pameran antar budaya se Indonesia. Perhatian penuh yang diberikan oleh pemerintah kepada budaya. Salah satu kekayaan budaya di etnis Jawa yaitu batik. Batik yang telah disetujui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda asli Indonesia merupakan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Beberapa orang sudah mengabadikan hidup mereka untuk melestarikan warisan budaya ini dan salah satunya adalah Hadi Nugroho mendirikan museum batik Yogyakarta sekaligus pemilik museum ini. Museum ini didirikan pada tanggal 12 Mei 1977 di Jl. Dr. Sutomo No. 13 A Yogyakarta.
Koleksi batik museum ini lebih dari 1.200 yang terdiri dari 500 lembar kain batik tulis, 560 batik cap, 124 canting (alat pembatik), dan 35 wajan serta bahan pewarna, termasuk malam dan koleksi tertuanya adalah batik karya tahun 1840. Karesteristik suku Jawa yang begitu familiar di seluruh Indonesia yaitu salah satunya adalah batik. Batik yang banyak di gemari oleh masyarakat khususnya para wisatawan ini dapat menarik perhatian lebih. Batik dapat di pamerkan di pameran pameran bertaraf nasional hingga setingkat Internasional.
3.3 Perkembangan budaya jawa di era globalisasi
            Mengingat globalisasi memiliki banyak dampak baik dalam sisi positif maupun negatif namun globalisasi kini yang telah menjamur di seluruh dunia mulai dari kecanggihan teknologi hingga daya pikir manusia saat ini system kebudayaan di negara ini pun turut berkolaborasi dengan keadaan yang dewasa ini telah menjamur di seluruh dunia. peneliti asal India, Dr. Abhay Kumar Singh menuturkan, “Globalisasi dalam bentuk awalnya, mungkin terbilang sebagai bencana bagi kesenian kita. Ia seperti angin topan yang bisa mencerabut apa saja hingga ke akar-akarnya. Namun dalam perspektif yang lain dan pengertian kedua, globalisasi bisa dipandang sebagai kesempatan istimewa bagi bangsa-bangsa dunia yang terbilang kaya dari segi budaya. Seni makin maju hingga mempengaruhi dunia. Sejarah membuktikan bahwa di berbagai masa, seni peradaban Iran, India, dan Romawi telah tersebar hingga ke negeri-negeri yang jauh. Masalah seperti itu bisa terulang kembali. Sejatinya, bangsa-bangsa yang meyakini akar-akar budayanya, tentu tidak akan takut akan budaya asing. Kita harus berusaha dan tahu bagaimana seni bisa menjadi alat untuk membela tradisi dan budaya lokal”.
Menjaga dan mendukung kebudayaan lokal dan nasional, barangkali merupakan faktor terpenting dalam hubungan lintas seni dan antar budaya. Menghormati seni lokal bangsa-bangsa lain, dan upaya untuk mengenalnya, selain bisa membantu memahami prilaku kultural pihak lain, juga bisa menambah kekayaan budaya lainnya. Dengan begitu, hubungan positif tersebut bisa mengubah hubungan searah menjadi hubungan dua arah, dan mengganti monolog dengan dialog. Tentu saja, kemampuan pengaruh budaya lokal terhadap budaya lainnya memiliki kekuatan yang beragam. Sebagian budaya amat dominan di bidang musik. Sebagian lainnya di bidang film, sastra, dan ragam budaya lainnya. Karena itu, kita mesti memandang globalisasi budaya bukan sebagai fenomena yang statis. Tapi sebagai proses yang dinamis dan selalu berevolusi. Kita juga mesti menjadikan upaya mengenal budaya sendiri dan potensi yang terpendam di dalamnya sebagai prioritas gerakan kultural kita, lantas memperkenalkannya pula kepada pihak lain. Perkenalan budaya semacam itu bisa membantu terciptanya hubungan dua arah dan mencegah terhapusnya identitas budaya lokal.
Berkenaan dengan hal ini faktanya adalah runah rumah yang terdapat di daerah suku jawa  masih kental rumah adat yang mereka miliki. Seperti halnya di Jogjakarta maupun solo. Didaerah itupun masih banyak terdapat rumah-rumah adat Jawa yang mereka singgahi. Mereka mereka mengakui bahwasannya mereka merasa nyaman dengan tempat tinggal yang mereka singgahi
3.4 Kendala permasalahan di suku Jawa
Upaya untuk memahami keanekaragaman suku-bangsa dan kebudayaan di Indonesia adalah sekaligus berpretensi pula mengungkapkan berbagai bentuk interaksi sosial yang terjadi di kalangan suku-bangsa yang saling berbeda kebudayaannya. Dengan mempelajari proses interaksi sosial yang terjadi, sekaligus diharapkan akan memberikan pengetahuan tentang proses-proses sosial di kalangan mereka sehingga akan diketahui segi dinamis dari masyarakat dan kebudayaan. Berbagai perubahan dan perkembangan masyarakat yang merupakan segi dinamis adalah akibat interaksi sosial yang terjadi diantara para warganya, baik orang perorangan, orang dengan kelompok maupun antar kelompok manusia. Kerjasama (cooperation), persaingan (competition), pertikaian (conflict), akomodasi (acomodation), asimilasi (assimilation), akulturasi (acculturation) dan integrasi (integration) merupakan proses-proses sosial yang perlu diperhatikan dalam rangka studi hubugan antar suku-bangsa, terutama untuk mempercepat terwujudnya integrasi nasional Indonesia yang kokoh.
Dalam rangka mempersatukan penduduk Indonesia yang beranekawarna, Koentjaraningrat (1982345-346) melihat ada empat masalah pokok yang dihadapi, ialah (a) mempersatukan aneka-warna suku-bangsa, (b) hubungan antar umat beragama, (c) hubungan mayoritas-minoritas dan (d) integrasi kebudayaan. Diantara sekitar 210 juta orang penduduk Indonesia dewasa ini, sulit diketahui secara pasti distribusi jumlah dari masing-masing suku-bangsa. Koentjaraningrat memandang perlu upaya pendifinisian konsep suku-bangsa di Indonesia secara ilmiah, antara lain dengan mengambil beberapa unsur kebudayaan sebagai indikator yang dapat berlaku bagi semua “suku-suku-bangsa” yang ada di Indonesia. Khususmya di daerah jawa sendiripun banyak terdapat polemik-polemik yang berujung pada perpisahan. Hal ini yang sebaiknya wajib diperhatikan.
Suku Jawa tidak terlalu memiliki kendala atau permasalahan tertentu kaena masyarakat suku Jawa sendiri memiliki sifat toleransi satu dengan yang lainnya. Sifat perantauan yang dimiliki oleh mayoritas masyarakat suku Jawa ini tidak banyak mempengaruhi persatuan dan kesatuan para suku Jawa itu sendiri. Hubungan mayoritas dan minritas tidak terganggu sama sekali mengenai hal ini. Survey yang diadakan mengenai jumlah pertikaian yang terdapat di suku Jawa ini sendiripun tidak sampai 60% di banding suku suku lain. Meskipun tidak menutup keadaan bahwasannya su Jawa pun masih sering terdapat pertikaian atau perpecahan. Tidak banyak kendala mengenai suku Jawa akan tetapi perhatian pemerintah masih sangat di perlukan dalam hal ini.

                                                                                       BAB IV
                                                                                     PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Adapun hasil karya ini , maka dapat di simpulkan bahwa     

1.    Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. [1] Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara

1.    Pemerintahan di yang berada di sekitar Jawa Tengah, Jawa Timur,hingga Jawa Barat mengakui betul adanya kekayaan budaya yang mereka miliki di daerah itu. Perhtian pemerintah terbukti dngan diadakannya perlombaan antar sekolah dalam memainkan alat-alat musik tradisional adat jawa. Terbukti dengan usaha keras pemerintah dalam pemeliharaan budaya ini adalah para pelajar yang saat ini mengenal betul cotak budaya Jawa khususnya para pelajar yang ada di daerah itu sendiri.
1.    Perkembangan yang terjadi dalam ruang lingkup adat jawa adalah suatu kolaborasi antara kentalnya suatu adapt istiadat yang di anut masyarakatnya dan era modernisasi.

4.2  Saran

1.    Agar selurh masyarakat baik dari lapisan manapun agar memperhatikan betapa penting melesatrikan budaya Indonesia khusunya budaya Jawa.
1.    Agar para pemerintah daerah menggalang kerjasama yang baik mengenai pemberdayaan suku Jawa kepada para mahasiswa dan lapisan masyarakat yang lain.
1.    Mengingat betapa pentingnya pengaruh generasi muda dalam pengembangan budaya maupun adat istiadat suku Jawa, para pelajar diharapkan di berikan penyulihan-panyulahan mengenai betapa pentingnya penjagaan budaya saat ini.



DAFTAR PUSTAKA

Masyhuri, 2002. www.facebook.com
Wibowo, dkk ( 1994 ), The Manuals.Com
Wijaya, E, Juhana  ( 2006 )Memahami IPS kelas 2 I Armico
www.wikipedia.com

gambar adat budaya masyarakat jawa