Islam mengatur hukum perkawinan yang sakral dengan seperangkat aturan dan hukum hukum yang sempurna dan kompleks, salah satu aturan hukum perkawinan yang diberlakukan dalam hubungan antara suami dan istri yaitu dilarang nya melakukan dzihar, berikut ini adalah uraian singkat mengenai apa yang dimaksud dengan dhihar,? dan bagaimana hukum dan syarat serta konsekwensi hukum dihar bagi yang terlanur melakukannya
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Islam memerintah kepada para suami untuk memperlakukan istrinya sebaik mungkin, hal ini banyak ditegaskan di dalam Al-Quran maupun hadits Rasulullah SAW.
Alloh Swt berfirman:
Dan Bergaulah dengan mereka secara patut (maruf). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak (An-Nisaa: 19)
Rasulullah SAW bersabda:
Orang muslim yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik di antara mereka akhlaknya, dan sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.
Akan tetapi ditengah-tengah kita seringkali terjadi konflik atu pertentangan antara suami dan isteri yang menyebabkan perceraian,atau hubungan yang tidak harmonis diantara keduanya.Salah satu penyebab terjadinya hubungan yang tidak harmonis dan kafarat adalah dengan sebab zhihar, yang di ucapkan oleh pihak suami kepada isterinya.
B.Rumusan Masalah
Adapun didalam sistematika pembahasan dalam penyusunan makalah ini dapat dirumuskan,sebagai berikut :
1.Apa yang dimaksud dengan Zhihar?
2.Apa yang menjadi syarat dan rukun dalam Zhihar?
3. Bagaimana Hukuman/Kifarat bagi orang yang melakukan Zhihar?
C.Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini dapat disimpulkan, sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui pengertian Zhihar
2.Untuki mengetahui apa yang menjadi syarat dan rukun Zihar
3.Untuk mengetahui bagaimana tindakan atau hukuman bagi pelaku Zhihar.
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Zhihar
Pengertian Zhihar menurut bahasa adalah bentuk kata masdar yang diambil dari kata azh-zhiharu yang dikutip dari ucapan laki-laki yang menzhihar istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku.”
Zhihar menurut syariat adalah, seorang laki-laki menyamakan istrinya dengan perempuan yang haram untuk dinikahi untuk selama-lamanya.
Pendapat Fuqaha :
a.Mazhab Hanafi mendepinisikan zhihar adalah “Penyerupaan seorang muslim atas istrinya, atau mengungkapkan salah satu anggota tubuh si istri,atau bagian luas dari si istri dengan perempuan yang diharamkan bagi si suami unuk sela-lamanya.”
Seperti syuami mengucapkan “Bagiku kamu seperti ibuku”. Atau anggota tubuh Perempuan yang haram untuk dinikahiuntuk selama lamanya yang berasal dari hubungan nasab, atau besanan, atau susuan yang haram untuk dilihat seperti bagian punggung dan yang lainnya.
Jika suami menyerupakan istrinya dengan perempuan yang diharamkan secara temporal tidak dinamakan zhihar. Begitu pula jika dia serupakan istrinya dengan bagian tubuh yang tidak diharamkan untuk dia pandang, seperti wajah, dan kepala tidak dinamakan zhihar.
b.Mazhab Maliki mendifinisikan zhihar adalah
“Penyerupaan orang Muslim yang akil balig, orang yang halal baginya yang berupa istri, atau budak permpuan, atau bagian dari tubuhnya dengan perempuan yang haram untuk dia nikahi atau dengan punggung perempuan yang bukan istrinya.
Zhihar tewujud dengan ucapan “Bagiku kamu seperti ibuku atau bagian tubuh darinya seperti tangan dan kakinya”.
Tidak terjadi zhihar bila suami berkata “Bagiku kamu bagaikan punggung istriku yang tengah nifas atau berihram haji”, karena pengharaman si istri yang dilakukan suami bukan bersifat asal.
Menurut mazhab Maliki terlaksana zhihar yang dita’liq dengan syarat.Misalnya”. “Jika kamu masuk rumah maka bagiku kamu bagaikan punggung ibuku”.
Jika suami mengaitkan zhihar dengan waktu misalnya “Bagiku kamu bagaikan punggung ibuku pada hari ini atau bulan ini” maka zhihar ini terlaksana untuk sela-lamanya , dan tidak dibebaskan kecuali dengan membayar kifarat.
c.Mazhab Syafi’i Zhihar adalah “Penyerupaan istri yang tidak dithalaq baa’in dengan perempuan yang tidak halal bagi si suami untuk selama-lamanya”. Jadi tidak sah zhihar yang dilakukan oleh anak kecil, orang gila, dan orang yang tengah pingsan juga yang dipaksa.
Juga tidak sah penyerupaan istri dengan selain perempuan yang diharamkan untuk selama-lamanya.
d.Mazhab Hanbali mendefinisikan zhihar adalah “Si suami menyerupakan istrinya atau bagian tubuh istrinya dengan punggung perempuan yang diharamkan untuknya selama-lamanya, seperti ibunya, saudara perempuannya dari hubungan nasab ataupun susuan atau mertua perempuannya. Atau dia samakan istrinya dengan punggung perempuan yang diharamkan baginya untuk sementara, seperti saudara perempuan istrinya, bibinya dari pihak bapak dan dari pihak ibu.
2.Hukum, Rukun dan Syarat Zhihar.
Hukum, Rukun dan syarat Zhihar sebagaimana yang termuat dalam kitab suci Al-Quran yaitu :
a.Hukum Zhihar
Zhihar adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan Firman Allah Swt :
وانهم ليقولون منكرا من القول وزورا
artinya : “Sesungghnya mereka bener-bener mengucapkan suatu perkataan munkar dan dusta” (al Mujaadilah 2).
Maknanya sesungguhnya istri bukan seperti ibu dalam sisi pengharaman.
وما جعل اجواجكم التى تظاهرون منهن امهاتكم
artinya :”Dan tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu”(al Ahzab 4).
Hukum zhihar yang bersipat temporal.
Keempat mazhab menyebutkan bahwa sah zhihar yang bersipat temporal,umpamanya “Bagiku kamu seperti punggung ibuku sebulan atau sehari, atau sampai habis bulan Ramadhan”. Akan tetapi zhihar ini menjadi bersifat abadi menurut mazhab Maliki, maka tidak terlepas kecuali dengan kafarat.
Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat jika lewat waktu yang ditentukan, maka hilang zhihar, dan istri menjadi halal dengan tanpa kafarat. Jika suami menyetubuhi istrinya pada masa zhihar ini maka dia harus membayar kafarat.
b.Rukun Zhihar
Jumhur fuqoha selain mazhab Hanapi berpendapat zhihar mempunyai empat rukun.
1.Al-muzhaahir (lelaki yang melakukan zhihar) adalah suami.
2.Al.muzhaahar bihi (istri yang dizhihar), adalah istri perempuan muslimah atau ahli kitab. 3.Lafal, ucapan yang diucapkan oleh suami yang berupa lafal yang bersifat terang-terangan atau yang bersifat sindiran.
4.Perkara yang diserupakan, adalah orang yang diharamkan secara abadi akibat hubungan nasab, atau susuan atau mushaharah (besanan).
Menurut Hanafi rukun zhihar adalah lafal yang menujukan zhihar.
c.Syarat-Syarat Al-muzhahir (lelaki yang melakukan zhihar).
1.Berakal.Tidak sah zhihar yang dilakukan oleh orang gila, anak kecil yang belum mengerti, orang pingsan, orang tengah tidur, sebagaiana tidak sahnya thalaq mereka, karena hal ini menyebabkan timbulnya pengharaman.
2.Sudah balig. Tidak sah zhihar yang dilakukan oleh anak kecil , meskipun dia telah berakal dan mengerti, karena zhihar tindakan yang semata-mata mengandung kemudharatan tidak dapat dilakukan oleh anak kecil.
3.Orang muslim menurut pendapat Hanafi dan Maliki. Menurut mereka tidah sah zhihar yang dilakukan oleh ahli dzimmah karena hukum zhihar pengharaman yang bersifat sementararayang bisa hilang dengan kafarat. Orang yang kafir bukan orang yang mampu untuk melakukan kafarat yang merupakan upaya kedekatan kepada Allah Swt, yang berarti dia tidak bisa melakukan zhihar.
Menurut Syafi’i dan Hambali tidak disyaratkan dia seorang muslim berdasarkan keumuman ayat zhihar, dengan tanpa membedakan antara orang muslim dan orang kafir. Orang kafir diarahkan mengenai berbagai syariat. Dia mampu untuk melakukan kafarat selain puasa dengan memberi makan dan memerdekakan budak. Karena dia orang yang mampu untuk menjatuhkan thalaq maka dia mampu untuk melakukan zhihar.
Jika orang yang melakukan zhihar orang kafir, maka dia mebayar kafarat zhiharnya dengan memerdekakan budak atau memberikan makanan karena perbuatan ini sah darinya pada perkara selain kafarat, maka sah pada perkara kafarat.
d.Syarat-syarat Al-muzhahar bihi (istri yang dizhihar).
1.Perempuan ini adalah istrinya, yaitu dengan pernikahan, oleh sebab itu tidak sah zhihar yang dilakukan terhadap perempuan yang bukan istrinya karena tidak memiliki ikatan perkawinan.
Jumhur fuqoha selain imam Syafi’i sah zhihar yang dita’liq dengan kepemilikan, misalnya “Jika aku kawini kamu maka bagiku kamu seperti punggung ibuku”.
2.Adanya kepemilikan pernikahan dari semua sisi. Maka sah zhihar yang dilakukan kepada istri meskipun dilakukan pada masa iddah thalaq raj’i.
Tidak sah zhihar dilakukan kepada perempuan yang dithalaq tiga, yang dithalaq baa’in, juga yang melakukan khulu’meskipun dia tengah berada pada masa iddah.
3.Menrut mazhab Hanafi, zhihar disandarkan kepada badan si istri, atau salah satu anggota tubuh si istri yang mewakili semua tubuhnya, atau bagian yang luas dari si istri, misalnya
“Bagiku kamu seperti punggung ibuku”
“Bagiku kepalamu, wajahmu,lehermu, atau vaginamu seperti punggung ibuku”. “Tanganmu, kakimu, atau jari-jarimu seperti punggung ibuku” bukan zhihar menurut Nazhab Hanapi dan Zhihar menurut mazhab lain.
E.Syarat perkara yang diserupakan.
Perkara yang diserupakan adalah ibu, dan masuk juga semua perempuan yang diharamkan untuk selama-lamanya, akibat hubungan nasab, susuan atau besanan.
Para fuqoha saling berbeda pendapat :
Perkara yang diserupakan disyaratkan sebagai berikut :
1.Mazhab Hanafi
a.Perempuan yang haram untuk dia nikahi untuk selam-lamanya. Pengharaman ini akibat hubungan nasab, seperti ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari pihak bapak dan ibu. Ataupun akibat hubungan susuan, akibat hubungan besanan seperti istri bapak, istri anak dan ibu mertua.
b.Perkara yang diserupakan adalah anggota tubuh yang tidak boleh dipandang, seperti perut, punggung, paha dan vagina. Jika istri diserupakanj dengan kepala ibu, dengan wajahnya, dengan tangannya, atau dengan kakinya bukanlah zhihar, karena anggota tubuh ibunya ini boleh dipandang.
c.Perkara yang diserupakan dari jenis kelamin perempuan. Jika suami berkata kepada istrinya, “Bagiku kamu seperti punggung bapakku atau anaku” tidak sah karena syari’at hanya menetapkan bahwa yang diserupakan adalah perempuan.
2.Mazhab Maliki, berpendapat bahwa perkara yang diserupakan adalah manusia yang diharamkan baginya untuk dia setubuhi secara asli, baik laki-laki maupun perempuan atau yang lainnya seperti binatang.
Sah zhihar menyerupakan istri atau bagian tubuhnya, seperti rambut, ludah dengan ibu si suami, serta dengan semua orang yang diharamkan untuknya sela-lamanya, akibat hubungan nasab, susuan atau besanan dengan ucapan “secara asli”.
Tidak sah zhihar dengan ucapan”Bagiku kami seperti punggung istriku yang tengah mengalami nifas,atau haid atau yang tengah melakukan ihram haji atau yang telah dithalaq dengan thalaq raj’i”diucapkan kepada salah satu istrinya.
Sah zhihar dengan ucapan “Bagiku kamu seperti tangan ibuku atau tangan bibiku”.Sah juga zhihar yang dilakukan dengan menyerupakan istrinya dengan perempuan asing yang tidak diharamkan baginya untuk selama-lamanya.
3.Mazhab Syafi’i, berpendapat bahwa perkara yang diserupakan hanyalah setiap orang yang haram untuk disetubuhi untuk selama-lamanya akibat hubungan nasab, susuan atau besanan.
4.Mazhab Hambali, mencakup yang lebih luas beberapa jenis yang berikut ini :
a.Semua perempuan yang haram baginya untuk sela-lamanya, akibat hubungan nasab, susan atau besanan.
b.Semua perempuan yang diharamkan baginya untuk sementara, seperti saudara perempuan istrinya dan bibinya, atau perempuan lain. Karena dia serupakan istrinya dengan perempuan yang haram untuknya, maka sama saja jika dia serupakan istrinya dengan ibunya.
c.Semua orang laki-laki yang haram baginya, atau binatang, atau orang mati.
Sah zhihar jika serupakan istrinya dengan punggung bapaknya, atau dengan punggung lelaki yang lainnya. Juga dengan perkataan “Bagiku kamu seperti punggung binatang” atau “Bagiku kamu seperti bangkai dan darah”.
Mereka berselisih pendapat dengan dengan mayoritas ulama, penyerupaan dengan yang dikemukakan mazhab Hambali tersebut bukan zhihar karena ini adalah penyerupaan dengan perkara yang bukan menjadi objek cumbuan.
Dimakruhkan seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan kerabat misalnya,”Wahai saudara perempuan, atau wahai ibu dan panggilan sejenisnya.
f.Syarat-syarat ucapan zhihar.
Ucapan yang membuat terjadinya ucapan zhihar ada yang besifat terang-terang yang tidak membutuhkan niat dan yang bersifat Para Fuqoha berbeda pendapat tentang hal ini:
1.Mazhab Hanafi berpendapat, yang bersifat terang-terangan adalah ucapan yang menggunakan lafal yang tidak memiliki kemungkinan makna yang lain selain zhihar dengan cara suami berkata kepada istrinya”bagiku kamu seperti punggung ibuku,”perutmu, pahamu atau vaginamu, atau “Setengahmu atau yang sejenisnya yang merupakan bagian yang luas darinya selain punggung ibuku”.
Ucapan yang bersifat sindiran, yaitu yang diucapkan dengan lafal yang mengandung kemungkinan zhihar dan yang lainnya dan menjadi zhihar dengan niat.Misalnya”Bagiku kami seperti ibuku”, maka ucapan ini kembali kepada niatnya. Jika dia berkata “Yang aku maksud adalah pemuliaan, maka sebagaimana yang dia ucapkan. Jika dia bermaksud zhihar, maka ini adalah zhihar. Jika dia bermaksud thalaq, maka ini adalah thalaq baa’in, dan jika tidak berniat maka tidak menjadi apa-apa.
2.Imam Maliki, berpendapat bahwa ucapan zhihar bersifat terangterangan adalah apa yang mengandung penyebutan punggung perempuan yang diharamkan untuk selama-lamanya, atau lafal yang menujukan zhihar dengan posisi syariat dengan tanpa ada kemungkinan yang lainnya dengan lafal “Punggung” perempuan yang pengharamannya yang bersifat abadi dengan sebab nasab, susuan atau besanan. Oleh karena itu mesti ada lafal yang menyebutkan punggung dan pengharaman misalnya,”Bagiku kamu seperti punggung ibuku atau saudara perempuanku dari susuan, atau seperti punggung ibumu.
Lafal zhihar yang bersifat terang-terangan tidak beralih kepada thalaq, karena lafal yang bersifat terang-terangan tidak beralih kepada yang lainnya.
Lafal yang bersifat sindiran menurut mazhab Maliki adalah yang jatuh darinya salah satu dari kedua lafal, lafal punggung dan lafal pengharaman yang bersifat abadi.Misalnya : 1.”Kamu seperti ibuku” atau “Kamu ibuku” dengan membuang alat penyerupaan.
2.”Kamu seperti punggung laki-laki, Khalid atau seperti punggung bapaku dan anaku atau perempuan yang bukan kerabat”.
3.”Bagiku kamu seperti punggung siFulanah”.
4.”Tanganmu atau kepalamu atau rambutmu seperti ibuku”. Apabila dia berniat zhihar dengan ucapan ini maka terlana zhihar.
Jika dia berniat thalaq maka jatuh thalaq baa’in qubra, yaitu thalaq tiga, baik kepada istri yang telah disetubuhi maupun yang belum.
3.Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa lafal yang bersifat terang-terangan adalah apa yang mengandug penyebutan punggung, atau anggota tubuh yang tidak disebut dalam ungkapan pemuliaan. Misalnya suami berkata kepada istrinya :”Kamu dariku, bersamaku atau disisiku seperti punggung ibuku”atau “Kamu seperti punggung ibuku” dengan menghilangkan kata ‘alayya. Juga “Tubuh kamu, badan kamu atau diri kamu seperti badan ibuku” juga “Bagiku kamu seperti tangan ibuku, perutnya, atau dadanya”.
Lafal yang bersifat sindiran adalah disebutkan anggota tubuh yang memiliki kemungkinan pemulyaan “Bagiku kamu seperti mata, atau kepala ibuku” atau dengan kalimat “Kamu seperti ibuku, jiwanya ata wajahnya”. Jika bermaksud zhihar , artinya berniat bahwa si istri seperti punggung ibunya maka ini adalah zhihar. Jika bermaksud pemuliaan atau tidak berksud apa-apa maka tidak menjadi zhihar karena lafal ini dipergunakan untuk pemuliaan.
4.Imam Hambali berpendapat bawa, zihar yangbersifat terang-erangan adalah yang menandung penyebutan punggung atau pengharaman. Jika si suami berkata kepada istrinya : “Bagiku kamu seperti punggung ibuku, atau seperti punggung perempuan yang tidak memiliki hubungan kerabat denganku, atau kamu haram bagiku” atau dia haramkan salah satu anggota tubuhnya, maka ini adalah perbuatan zhihar.
Sedangkan zhihar yang bersifat sindiran adalah penggunaan lafal pemuliaan dan penghormatan, seperti ucapan suami “Bagiku kamu seperti ibuku atau semisal ibuku”. Jika dia berniat zhihar dengan ucapan ini maka jatuhlah zhihar, Jika dia berniat pemuliaan dan penghormatan maka ini bukan zhihar. Yang menjadi penentu ucapannya mengenai penetapan niatnya.
g.Kafarat zhihar.
1.Pensyariatan kafarat.
Kafarat zhihar disyariatkan dengan Al Qur’an dan sunah. Dari Al-Quran Firman Allah Swt:
والذين يطهرون من نسائهم ثم يعدون لما قالوا فتحرير رقبة من
قبل ان تماشا ذلكم توعظون به والله بما تعملون خبير
فمن لم يجد فصيام شهرين متتابعين من قبل ان يتمشا فمن لم يستطع فاءطعم ستين مسكين ذلك لتوءمنوا بالله ورسوله وتلك حدودالله وااكافرين عذاب اليم0
artinya :”Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucakpan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-Mujaadilah 3).
“Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak) maka berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajib atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah dan bagiu orang-orang yang kafir ada siksaan yang sangat pedih ( al Mujaadilah 4).
Dari sunnah
Hadits Riwayat Abu Dawud dengan sanadnya dari Khaulah binti Malik bin Tsa’labah dia berkata “Aus Ibnu Shamit menzhiharku, maka datang menghadap Rasulullah Saw untuk mengadu kepada beliau, Rasulullah berkata “Merasa takutlah kamu kepada Allah sesungguhnya dia asalah sepupumu”.Kemudian turun ayat Al Quar.an Surah al Mujaadilah ayat 3 dan 4.Beliau berkata “Hendaklah dia memerdekakan seorang budak”Dia tidak memilikinya. Kemudian beliau berkata “Kalau begitu dia lakukan puaa dua bulan berturut-turut” Khaulah menjawab ya Rasyulallah dia adalah orang yang sudah tua, tidak bisa melaksanakan puasa. Beliau kembali berkata “Kalau begitu dia berikan makan kepadfa enampuluh orang miskin” Khaulah menjawab, dia tidak memiliki apa-apa yang bisa dia sedekahkan. Beliau kembali berkata.”Maka didatangkan untuk nya enam puluh shaa kurma” Khaulah menjawab ya Rasulullah sesungguhnya aku akan menolongnya dengan enam puluh berimakanlah enam puluh orang miskin dengan enam puluh shaa kurma ini. Kembalilah kamu kepada sepupumu”.
2.Kapan diwajibkan kafarat zhihar.
Mayoritas fuqoha berpend apat kafarat zhihar tidak diwajibkan sebelum sisuami bertekad untuk menyetubuhi siistri. Jika salah satu pasangan suami istri yang melakukan zhihar bepisah dengan istrinya sebelum dia bertekad untuk melakukan persetubuhan, maka dia tidak wajib untuk membayar kafarat. Berdasarkan al Qur’an surah al Mujaadilah ayat 3.
Para Fuqoha berbeda pendapat mengenai penafsiaran al-’aud : a.Mazhab Hanafi dan Maliki al-’aud adalah tekad untuk melakukan persetubuhan atau keinginan untuk melakukan persetubuhan.
b.Mazhab Hambali bependapat al-’aud adalah persetubuhan dikemaluan berdasarkan Firman Allah : artinya “Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum sebulum kedua suai istri itu bercampur” ( al Mujaadilah ayat 3)
Diwajibkab kafarat setelah al-’aud yang menujukan keterikatan kafarat dengan al-’aud dan tidak diwajibkan sebelumnya.
c.Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa al-’aud dalam zhihar adalah menahan siistri setelah dilakukan zhihar dalam satu masa yang membuatnya dapat menthalaq siistri, karena zhihar membuat siistri tertalaq baa’in, maka penahanannya adalah penarikan mundur apa yang telah dia katakan.
3.Berbilangnya Kafarat dengan berbilangnya Istri yang di zhihar atau dengan berbilangnya zhihar.Jika seorang suami melakukan zhihar kepada empat orang istrinya, maka:
a.Menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i harus melaksanakan empat kafarat baik dia lakukan zhihar kepada mereka dengan berbagai ucapan yang berbeda, ataupunn dengan satu ucapan, dia mencakup setiap satu orang istri , berarti dia melakukan zhihar untuk setiap satu orang diantara mereka. Karena dhihar adalah pengharaman yang tidak bisa hilang kecuali dengan kafarat, maka jika berbilang pengharaman maka berbilang kafarat.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Zhihar menurut bahasa adalah bentuk kata masdar yang diambil dari kata azh-zhiharu yang dikutip dari ucapan laki-laki yang menzhihar istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku.” Sedangkan,Zhihar menurut syariat adalah, seorang laki-laki menyamakan istrinya dengan perempuan yang haram untuk dinikahi untuk selama-lamanya.
Zhihar Hukumnya Haram, serata mempunyai rukun dan syarat, Adapun Rukun dzhihar yaitu :
1.Al-muzhaahir (lelaki yang melakukan zhihar) adalah suami.
2.Al.muzhaahar bihi (istri yang dizhihar), adalah istri perempuan muslimah atau ahli kitab. 3.Lafal, ucapan yang diucapkan oleh suami yang berupa lafal yang bersifat terang-terangan atau yang bersifat sindiran.
4.Perkara yang diserupakan, adalah orang yang diharamkan secara abadi akibat hubungan nasab, atau susuan atau mushaharah (besanan).
Syarat isteri yang diserupakan :
1.Perempuan ini adalah istrinya, yaitu dengan pernikahan, oleh sebab itu tidak sah zhihar yang dilakukan terhadap perempuan yang bukan istrinya karena tidak memiliki ikatan perkawinan.
Jumhur fuqoha selain imam Syafi’i sah zhihar yang dita’liq dengan kepemilikan, misalnya “Jika aku kawini kamu maka bagiku kamu seperti punggung ibuku”.
2.Adanya kepemilikan pernikahan dari semua sisi. Maka sah zhihar yang dilakukan kepada istri meskipun dilakukan pada masa iddah thalaq raj’i.
Tidak sah zhihar dilakukan kepada perempuan yang dithalaq tiga, yang dithalaq baa’in, juga yang melakukan khulu’meskipun dia tengah berada pada masa iddah.
3.Menrut mazhab Hanafi, zhihar disandarkan kepada badan si istri, atau salah satu anggota tubuh si istri yang mewakili semua tubuhnya, atau bagian yang luas dari si istri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yunus, Mamud. 1991. Hukum Perkawinan dalam Islam. Penerbit PT. Hidakarya agung. Jakarta.
2. Sabiq Sayyid.1996. Fiqhu Sunnah. Alih bahasa oleh Moh. Thalib. Penerbit Alma’arif.Bandung.
3. Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Penerbit Arkola. Surabaya.
4. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. 2000. Direktorat pembinaan badan peradilan Agama Departemen Agama R.I.
a.Hukum Zhihar
Zhihar adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan Firman Allah Swt :
وانهم ليقولون منكرا من القول وزورا
artinya : “Sesungghnya mereka bener-bener mengucapkan suatu perkataan munkar dan dusta” (al Mujaadilah 2).
Maknanya sesungguhnya istri bukan seperti ibu dalam sisi pengharaman.
وما جعل اجواجكم التى تظاهرون منهن امهاتكم
artinya :”Dan tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu”(al Ahzab 4).
Hukum zhihar yang bersipat temporal.
Keempat mazhab menyebutkan bahwa sah zhihar yang bersipat temporal,umpamanya “Bagiku kamu seperti punggung ibuku sebulan atau sehari, atau sampai habis bulan Ramadhan”. Akan tetapi zhihar ini menjadi bersifat abadi menurut mazhab Maliki, maka tidak terlepas kecuali dengan kafarat.
Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat jika lewat waktu yang ditentukan, maka hilang zhihar, dan istri menjadi halal dengan tanpa kafarat. Jika suami menyetubuhi istrinya pada masa zhihar ini maka dia harus membayar kafarat.
b.Rukun Zhihar
Jumhur fuqoha selain mazhab Hanapi berpendapat zhihar mempunyai empat rukun.
1.Al-muzhaahir (lelaki yang melakukan zhihar) adalah suami.
2.Al.muzhaahar bihi (istri yang dizhihar), adalah istri perempuan muslimah atau ahli kitab. 3.Lafal, ucapan yang diucapkan oleh suami yang berupa lafal yang bersifat terang-terangan atau yang bersifat sindiran.
4.Perkara yang diserupakan, adalah orang yang diharamkan secara abadi akibat hubungan nasab, atau susuan atau mushaharah (besanan).
Menurut Hanafi rukun zhihar adalah lafal yang menujukan zhihar.
c.Syarat-Syarat Al-muzhahir (lelaki yang melakukan zhihar).
1.Berakal.Tidak sah zhihar yang dilakukan oleh orang gila, anak kecil yang belum mengerti, orang pingsan, orang tengah tidur, sebagaiana tidak sahnya thalaq mereka, karena hal ini menyebabkan timbulnya pengharaman.
2.Sudah balig. Tidak sah zhihar yang dilakukan oleh anak kecil , meskipun dia telah berakal dan mengerti, karena zhihar tindakan yang semata-mata mengandung kemudharatan tidak dapat dilakukan oleh anak kecil.
3.Orang muslim menurut pendapat Hanafi dan Maliki. Menurut mereka tidah sah zhihar yang dilakukan oleh ahli dzimmah karena hukum zhihar pengharaman yang bersifat sementararayang bisa hilang dengan kafarat. Orang yang kafir bukan orang yang mampu untuk melakukan kafarat yang merupakan upaya kedekatan kepada Allah Swt, yang berarti dia tidak bisa melakukan zhihar.
Menurut Syafi’i dan Hambali tidak disyaratkan dia seorang muslim berdasarkan keumuman ayat zhihar, dengan tanpa membedakan antara orang muslim dan orang kafir. Orang kafir diarahkan mengenai berbagai syariat. Dia mampu untuk melakukan kafarat selain puasa dengan memberi makan dan memerdekakan budak. Karena dia orang yang mampu untuk menjatuhkan thalaq maka dia mampu untuk melakukan zhihar.
Jika orang yang melakukan zhihar orang kafir, maka dia mebayar kafarat zhiharnya dengan memerdekakan budak atau memberikan makanan karena perbuatan ini sah darinya pada perkara selain kafarat, maka sah pada perkara kafarat.
d.Syarat-syarat Al-muzhahar bihi (istri yang dizhihar).
1.Perempuan ini adalah istrinya, yaitu dengan pernikahan, oleh sebab itu tidak sah zhihar yang dilakukan terhadap perempuan yang bukan istrinya karena tidak memiliki ikatan perkawinan.
Jumhur fuqoha selain imam Syafi’i sah zhihar yang dita’liq dengan kepemilikan, misalnya “Jika aku kawini kamu maka bagiku kamu seperti punggung ibuku”.
2.Adanya kepemilikan pernikahan dari semua sisi. Maka sah zhihar yang dilakukan kepada istri meskipun dilakukan pada masa iddah thalaq raj’i.
Tidak sah zhihar dilakukan kepada perempuan yang dithalaq tiga, yang dithalaq baa’in, juga yang melakukan khulu’meskipun dia tengah berada pada masa iddah.
3.Menrut mazhab Hanafi, zhihar disandarkan kepada badan si istri, atau salah satu anggota tubuh si istri yang mewakili semua tubuhnya, atau bagian yang luas dari si istri, misalnya
“Bagiku kamu seperti punggung ibuku”
“Bagiku kepalamu, wajahmu,lehermu, atau vaginamu seperti punggung ibuku”. “Tanganmu, kakimu, atau jari-jarimu seperti punggung ibuku” bukan zhihar menurut Nazhab Hanapi dan Zhihar menurut mazhab lain.
E.Syarat perkara yang diserupakan.
Perkara yang diserupakan adalah ibu, dan masuk juga semua perempuan yang diharamkan untuk selama-lamanya, akibat hubungan nasab, susuan atau besanan.
Para fuqoha saling berbeda pendapat :
Perkara yang diserupakan disyaratkan sebagai berikut :
1.Mazhab Hanafi
a.Perempuan yang haram untuk dia nikahi untuk selam-lamanya. Pengharaman ini akibat hubungan nasab, seperti ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari pihak bapak dan ibu. Ataupun akibat hubungan susuan, akibat hubungan besanan seperti istri bapak, istri anak dan ibu mertua.
b.Perkara yang diserupakan adalah anggota tubuh yang tidak boleh dipandang, seperti perut, punggung, paha dan vagina. Jika istri diserupakanj dengan kepala ibu, dengan wajahnya, dengan tangannya, atau dengan kakinya bukanlah zhihar, karena anggota tubuh ibunya ini boleh dipandang.
c.Perkara yang diserupakan dari jenis kelamin perempuan. Jika suami berkata kepada istrinya, “Bagiku kamu seperti punggung bapakku atau anaku” tidak sah karena syari’at hanya menetapkan bahwa yang diserupakan adalah perempuan.
2.Mazhab Maliki, berpendapat bahwa perkara yang diserupakan adalah manusia yang diharamkan baginya untuk dia setubuhi secara asli, baik laki-laki maupun perempuan atau yang lainnya seperti binatang.
Sah zhihar menyerupakan istri atau bagian tubuhnya, seperti rambut, ludah dengan ibu si suami, serta dengan semua orang yang diharamkan untuknya sela-lamanya, akibat hubungan nasab, susuan atau besanan dengan ucapan “secara asli”.
Tidak sah zhihar dengan ucapan”Bagiku kami seperti punggung istriku yang tengah mengalami nifas,atau haid atau yang tengah melakukan ihram haji atau yang telah dithalaq dengan thalaq raj’i”diucapkan kepada salah satu istrinya.
Sah zhihar dengan ucapan “Bagiku kamu seperti tangan ibuku atau tangan bibiku”.Sah juga zhihar yang dilakukan dengan menyerupakan istrinya dengan perempuan asing yang tidak diharamkan baginya untuk selama-lamanya.
3.Mazhab Syafi’i, berpendapat bahwa perkara yang diserupakan hanyalah setiap orang yang haram untuk disetubuhi untuk selama-lamanya akibat hubungan nasab, susuan atau besanan.
4.Mazhab Hambali, mencakup yang lebih luas beberapa jenis yang berikut ini :
a.Semua perempuan yang haram baginya untuk sela-lamanya, akibat hubungan nasab, susan atau besanan.
b.Semua perempuan yang diharamkan baginya untuk sementara, seperti saudara perempuan istrinya dan bibinya, atau perempuan lain. Karena dia serupakan istrinya dengan perempuan yang haram untuknya, maka sama saja jika dia serupakan istrinya dengan ibunya.
c.Semua orang laki-laki yang haram baginya, atau binatang, atau orang mati.
Sah zhihar jika serupakan istrinya dengan punggung bapaknya, atau dengan punggung lelaki yang lainnya. Juga dengan perkataan “Bagiku kamu seperti punggung binatang” atau “Bagiku kamu seperti bangkai dan darah”.
Mereka berselisih pendapat dengan dengan mayoritas ulama, penyerupaan dengan yang dikemukakan mazhab Hambali tersebut bukan zhihar karena ini adalah penyerupaan dengan perkara yang bukan menjadi objek cumbuan.
Dimakruhkan seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan kerabat misalnya,”Wahai saudara perempuan, atau wahai ibu dan panggilan sejenisnya.
f.Syarat-syarat ucapan zhihar.
Ucapan yang membuat terjadinya ucapan zhihar ada yang besifat terang-terang yang tidak membutuhkan niat dan yang bersifat Para Fuqoha berbeda pendapat tentang hal ini:
1.Mazhab Hanafi berpendapat, yang bersifat terang-terangan adalah ucapan yang menggunakan lafal yang tidak memiliki kemungkinan makna yang lain selain zhihar dengan cara suami berkata kepada istrinya”bagiku kamu seperti punggung ibuku,”perutmu, pahamu atau vaginamu, atau “Setengahmu atau yang sejenisnya yang merupakan bagian yang luas darinya selain punggung ibuku”.
Ucapan yang bersifat sindiran, yaitu yang diucapkan dengan lafal yang mengandung kemungkinan zhihar dan yang lainnya dan menjadi zhihar dengan niat.Misalnya”Bagiku kami seperti ibuku”, maka ucapan ini kembali kepada niatnya. Jika dia berkata “Yang aku maksud adalah pemuliaan, maka sebagaimana yang dia ucapkan. Jika dia bermaksud zhihar, maka ini adalah zhihar. Jika dia bermaksud thalaq, maka ini adalah thalaq baa’in, dan jika tidak berniat maka tidak menjadi apa-apa.
2.Imam Maliki, berpendapat bahwa ucapan zhihar bersifat terangterangan adalah apa yang mengandung penyebutan punggung perempuan yang diharamkan untuk selama-lamanya, atau lafal yang menujukan zhihar dengan posisi syariat dengan tanpa ada kemungkinan yang lainnya dengan lafal “Punggung” perempuan yang pengharamannya yang bersifat abadi dengan sebab nasab, susuan atau besanan. Oleh karena itu mesti ada lafal yang menyebutkan punggung dan pengharaman misalnya,”Bagiku kamu seperti punggung ibuku atau saudara perempuanku dari susuan, atau seperti punggung ibumu.
Lafal zhihar yang bersifat terang-terangan tidak beralih kepada thalaq, karena lafal yang bersifat terang-terangan tidak beralih kepada yang lainnya.
Lafal yang bersifat sindiran menurut mazhab Maliki adalah yang jatuh darinya salah satu dari kedua lafal, lafal punggung dan lafal pengharaman yang bersifat abadi.Misalnya : 1.”Kamu seperti ibuku” atau “Kamu ibuku” dengan membuang alat penyerupaan.
2.”Kamu seperti punggung laki-laki, Khalid atau seperti punggung bapaku dan anaku atau perempuan yang bukan kerabat”.
3.”Bagiku kamu seperti punggung siFulanah”.
4.”Tanganmu atau kepalamu atau rambutmu seperti ibuku”. Apabila dia berniat zhihar dengan ucapan ini maka terlana zhihar.
Jika dia berniat thalaq maka jatuh thalaq baa’in qubra, yaitu thalaq tiga, baik kepada istri yang telah disetubuhi maupun yang belum.
3.Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa lafal yang bersifat terang-terangan adalah apa yang mengandug penyebutan punggung, atau anggota tubuh yang tidak disebut dalam ungkapan pemuliaan. Misalnya suami berkata kepada istrinya :”Kamu dariku, bersamaku atau disisiku seperti punggung ibuku”atau “Kamu seperti punggung ibuku” dengan menghilangkan kata ‘alayya. Juga “Tubuh kamu, badan kamu atau diri kamu seperti badan ibuku” juga “Bagiku kamu seperti tangan ibuku, perutnya, atau dadanya”.
Lafal yang bersifat sindiran adalah disebutkan anggota tubuh yang memiliki kemungkinan pemulyaan “Bagiku kamu seperti mata, atau kepala ibuku” atau dengan kalimat “Kamu seperti ibuku, jiwanya ata wajahnya”. Jika bermaksud zhihar , artinya berniat bahwa si istri seperti punggung ibunya maka ini adalah zhihar. Jika bermaksud pemuliaan atau tidak berksud apa-apa maka tidak menjadi zhihar karena lafal ini dipergunakan untuk pemuliaan.
4.Imam Hambali berpendapat bawa, zihar yangbersifat terang-erangan adalah yang menandung penyebutan punggung atau pengharaman. Jika si suami berkata kepada istrinya : “Bagiku kamu seperti punggung ibuku, atau seperti punggung perempuan yang tidak memiliki hubungan kerabat denganku, atau kamu haram bagiku” atau dia haramkan salah satu anggota tubuhnya, maka ini adalah perbuatan zhihar.
Sedangkan zhihar yang bersifat sindiran adalah penggunaan lafal pemuliaan dan penghormatan, seperti ucapan suami “Bagiku kamu seperti ibuku atau semisal ibuku”. Jika dia berniat zhihar dengan ucapan ini maka jatuhlah zhihar, Jika dia berniat pemuliaan dan penghormatan maka ini bukan zhihar. Yang menjadi penentu ucapannya mengenai penetapan niatnya.
g.Kafarat zhihar.
1.Pensyariatan kafarat.
Kafarat zhihar disyariatkan dengan Al Qur’an dan sunah. Dari Al-Quran Firman Allah Swt:
والذين يطهرون من نسائهم ثم يعدون لما قالوا فتحرير رقبة من
قبل ان تماشا ذلكم توعظون به والله بما تعملون خبير
فمن لم يجد فصيام شهرين متتابعين من قبل ان يتمشا فمن لم يستطع فاءطعم ستين مسكين ذلك لتوءمنوا بالله ورسوله وتلك حدودالله وااكافرين عذاب اليم0
artinya :”Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucakpan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-Mujaadilah 3).
“Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak) maka berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajib atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah dan bagiu orang-orang yang kafir ada siksaan yang sangat pedih ( al Mujaadilah 4).
Dari sunnah
Hadits Riwayat Abu Dawud dengan sanadnya dari Khaulah binti Malik bin Tsa’labah dia berkata “Aus Ibnu Shamit menzhiharku, maka datang menghadap Rasulullah Saw untuk mengadu kepada beliau, Rasulullah berkata “Merasa takutlah kamu kepada Allah sesungguhnya dia asalah sepupumu”.Kemudian turun ayat Al Quar.an Surah al Mujaadilah ayat 3 dan 4.Beliau berkata “Hendaklah dia memerdekakan seorang budak”Dia tidak memilikinya. Kemudian beliau berkata “Kalau begitu dia lakukan puaa dua bulan berturut-turut” Khaulah menjawab ya Rasyulallah dia adalah orang yang sudah tua, tidak bisa melaksanakan puasa. Beliau kembali berkata “Kalau begitu dia berikan makan kepadfa enampuluh orang miskin” Khaulah menjawab, dia tidak memiliki apa-apa yang bisa dia sedekahkan. Beliau kembali berkata.”Maka didatangkan untuk nya enam puluh shaa kurma” Khaulah menjawab ya Rasulullah sesungguhnya aku akan menolongnya dengan enam puluh berimakanlah enam puluh orang miskin dengan enam puluh shaa kurma ini. Kembalilah kamu kepada sepupumu”.
2.Kapan diwajibkan kafarat zhihar.
Mayoritas fuqoha berpend apat kafarat zhihar tidak diwajibkan sebelum sisuami bertekad untuk menyetubuhi siistri. Jika salah satu pasangan suami istri yang melakukan zhihar bepisah dengan istrinya sebelum dia bertekad untuk melakukan persetubuhan, maka dia tidak wajib untuk membayar kafarat. Berdasarkan al Qur’an surah al Mujaadilah ayat 3.
Para Fuqoha berbeda pendapat mengenai penafsiaran al-’aud : a.Mazhab Hanafi dan Maliki al-’aud adalah tekad untuk melakukan persetubuhan atau keinginan untuk melakukan persetubuhan.
b.Mazhab Hambali bependapat al-’aud adalah persetubuhan dikemaluan berdasarkan Firman Allah : artinya “Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum sebulum kedua suai istri itu bercampur” ( al Mujaadilah ayat 3)
Diwajibkab kafarat setelah al-’aud yang menujukan keterikatan kafarat dengan al-’aud dan tidak diwajibkan sebelumnya.
c.Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa al-’aud dalam zhihar adalah menahan siistri setelah dilakukan zhihar dalam satu masa yang membuatnya dapat menthalaq siistri, karena zhihar membuat siistri tertalaq baa’in, maka penahanannya adalah penarikan mundur apa yang telah dia katakan.
3.Berbilangnya Kafarat dengan berbilangnya Istri yang di zhihar atau dengan berbilangnya zhihar.Jika seorang suami melakukan zhihar kepada empat orang istrinya, maka:
a.Menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i harus melaksanakan empat kafarat baik dia lakukan zhihar kepada mereka dengan berbagai ucapan yang berbeda, ataupunn dengan satu ucapan, dia mencakup setiap satu orang istri , berarti dia melakukan zhihar untuk setiap satu orang diantara mereka. Karena dhihar adalah pengharaman yang tidak bisa hilang kecuali dengan kafarat, maka jika berbilang pengharaman maka berbilang kafarat.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Zhihar menurut bahasa adalah bentuk kata masdar yang diambil dari kata azh-zhiharu yang dikutip dari ucapan laki-laki yang menzhihar istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku.” Sedangkan,Zhihar menurut syariat adalah, seorang laki-laki menyamakan istrinya dengan perempuan yang haram untuk dinikahi untuk selama-lamanya.
Zhihar Hukumnya Haram, serata mempunyai rukun dan syarat, Adapun Rukun dzhihar yaitu :
1.Al-muzhaahir (lelaki yang melakukan zhihar) adalah suami.
2.Al.muzhaahar bihi (istri yang dizhihar), adalah istri perempuan muslimah atau ahli kitab. 3.Lafal, ucapan yang diucapkan oleh suami yang berupa lafal yang bersifat terang-terangan atau yang bersifat sindiran.
4.Perkara yang diserupakan, adalah orang yang diharamkan secara abadi akibat hubungan nasab, atau susuan atau mushaharah (besanan).
Syarat isteri yang diserupakan :
1.Perempuan ini adalah istrinya, yaitu dengan pernikahan, oleh sebab itu tidak sah zhihar yang dilakukan terhadap perempuan yang bukan istrinya karena tidak memiliki ikatan perkawinan.
Jumhur fuqoha selain imam Syafi’i sah zhihar yang dita’liq dengan kepemilikan, misalnya “Jika aku kawini kamu maka bagiku kamu seperti punggung ibuku”.
2.Adanya kepemilikan pernikahan dari semua sisi. Maka sah zhihar yang dilakukan kepada istri meskipun dilakukan pada masa iddah thalaq raj’i.
Tidak sah zhihar dilakukan kepada perempuan yang dithalaq tiga, yang dithalaq baa’in, juga yang melakukan khulu’meskipun dia tengah berada pada masa iddah.
3.Menrut mazhab Hanafi, zhihar disandarkan kepada badan si istri, atau salah satu anggota tubuh si istri yang mewakili semua tubuhnya, atau bagian yang luas dari si istri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yunus, Mamud. 1991. Hukum Perkawinan dalam Islam. Penerbit PT. Hidakarya agung. Jakarta.
2. Sabiq Sayyid.1996. Fiqhu Sunnah. Alih bahasa oleh Moh. Thalib. Penerbit Alma’arif.Bandung.
3. Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Penerbit Arkola. Surabaya.
4. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. 2000. Direktorat pembinaan badan peradilan Agama Departemen Agama R.I.