Makalah Konsep Memilih Jodoh Dalam Islam

Jodoh Merupakan suatu hal yang menjadi Rahasia Ilahi, dimana jodoh tersebut merupakan salah satu hal yang telah ditetapkan di ajali, selain daripada masalah rezeki, bahagia atau celaka, umur, dan mati.
Didalam Islam memberikan bagaimana cara memilih jodoh yng benar dan sesuai dengn aturan agama, agar mendapat nilai ibadah dan mendapat kebahagian di dunia dan di akhirat. Berikut uraian nya :
MAKALAH

                                           KONSEP ISLAM DALAM MEMILIH JODOH

KATA PENGANTAR

Puji syukur, sudah sepantasnya dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya, kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan. 

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Kelompok mata kuliah Pengantar Ilmu Keluarga Islam pada Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Tasikmalaya dengan Dosen pembimbing Bapak Drs. Aep Abdul Jalil Msi.

Disadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu kritik konstruktif dan saran inovatif dari berbagai pihak sangat dinantikan.                 

                                                                                            

                                                                                                                        
BAB I

Pendahuluan

Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.

Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.

Lalu bagaimanakah supaya kita selamat dalam memilih pasangan hidup untuk pendamping kita selama-lamanya? Apakah kriteria-kriteria yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih calon istri atau suami?

BAB II

Pembahasan

A. Kriteria Memilih Calon Istri

Dalam pandangan Islam, masalah pernikahan mendapatkan perhatian khusus, lebih-lebih dalam memilih pasangan hidup, sehingga rumah tangga yang dibangun benar-benar kokoh dan bahagia. Sebab pembinaan rumah tangga berarti juga berdampak keselamatan, kebahagiaan individu, masyarakat, serta kemaslahatan dan kemuliaan umat manusia secara keseluruhan. Dalam masalah yang multikompleks seperti inilah Islam tidak pernah menganggap norma-norma material dan fenomena-fenomena yang menarik lainnya sebagai sesuatu yang penting. Tapi, Islam memberikan landasan yang sangat mendasar bagi tercapainya sebuah bangunan rumah tangga yang bahagia, sejahtera, penuh kedamaian dan ketentraman.

Allah memberikan pengarahan agar tujuan dari pernikahan tidak hanya untuk mencapai kebahagiaan yang semu, melainkan agar mencapai ketentraman atau sakinah, yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki di akhirat kelak. Terdapat dua faktor yang menjadikan tatanan rumah tangga mencapai sakiinah, yakni mawaddah dan rahmah. Keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Dengan kata lain, dengan mawaddah tanpa rahmah, atau rahmah tanpa mawaddah tidak dapat mencapai kehidupan yang sakiinah.

Namun, untuk mencapai pernikahan, Islam mensyariatkan terlebih dahulu untuk meminang (khitbah). Dalam hal ini diletakkan dasar-dasar untuk menetapkan memilih pasangan hidup, sebagaimana yang menjadi kecenderungan manusia pada umumnya. Akhirnya, rumah tangga yang terbentuk merupakan tujuan ideal suami-istri. Kesalahan awal dalam memilih pasangan akan membawa risiko pada masa-masa berikutnya bagi kehidupan rumah tangga yang bersangkutan.

Pedoman untuk memilih pasangan hidup cukup banyak dan beragam. Hal yang paling penting adalah membuat urutan langkah dan skala prioritas dalam menyikapi dasar-dasar ini. Selanjutnya, perlu menganalisis lagi apakah semua langkah tersebut sudah jelas bagi orang yang akan melangkahkan kakinya untuk menikah atau belum. Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :

1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :


حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَكِيمٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Artinya : Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Beberapa faktor ini disampaikan dalam sabda Rasul saw. riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah sebagaimana tersebut di atas. Hanya saja, dalam sabda Rasul saw. tersebut dijelaskan tidak secara pasti dan rinci maksud kata al-diin, yang kemudian ditegaskan dengan perkataan “Jatuhkan pilihanmu pada yang beragama”. Dari ungkapan ini, bisa saja seseorang yang beragama (baca: Islam) “biasa”atau sederhananya “yang penting beragama Islam” termasuk ke dalam kategori ini (al-diin). Padahal, keberagamaan seseorang yang hanya berupa identitas tidak cukup dijadikan sebagai hasil akhir dari penggambaran kepribadian seseorang yang baik. Sebab, bisa saja orang yang rajin melaksanakan salat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya, perilakunya dalam masyarakat masih jauh dari maksud dan tujuan yang diharapkan oleh agama itu sendiri.

Oleh karena itu, sudah barang tentu sabda Rasul saw. tersebut jangan dipahami secara parsial. Sebab, Islam dengan aturan-aturannya yang jelas mengajarkan kesempurnaan dalam beragama (kaaffah). Maksud beragama dalam hadis itu bukan sekadar seseorang yang melaksanakan ibadah dalam segi ritual-formal belaka. Akan tetapi, keberagamaan orang tersebut diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jika seorang suami, ia betul-betul suami yang bertakwa. Adapun jika seorang istri, ia juga bertakwa, bisa memberi nasihat, bisa dipercaya, pandai menjaga diri, berakhlak mulia, taat menjalankan perintah agama, mengetahui hak Allah swt. dan hak suami, pandai menjaga nama baik keluarga, tidak bermaksiat, serta berusaha menciptakan ketenangan dan kedamaian jiwa bagi suami.

Dengan ungkapan lain, maksud agama dalam hadis tersebut adalah keberagamaan secara hakiki dan menyeluruh (kaaffah) yang meliputi keseimbangan antara iman dan amal sesuai dengan yang diharapkan dan dicita-citakan oleh Islam. Dalam rangka menjalani kehidupan kelurga, terlebih kehidupan masyarakat secara lebih luas, didasarkan pada ketentuan dan ketetapan Ilahi. Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun. Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

yg artinya : “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)

Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman yg artinya :

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)

Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya yang artinya:

à“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)

Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya. Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.

b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.

3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :

Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.


Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.
Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

B. Kriteria Memilih Calon Suami

1. Islam.

Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”(QS.Al Baqarah : 221)

2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.

Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)

Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah :

 “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)

Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah. Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka dia segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)

Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :

“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”

Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya.

Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan hidup. Betapa sempurnanya Islam dalam menuntun umat disetiap langkah amalannya dengan tuntunan yang baik agar selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Wallahu A’lam Bis Shawab.

BAB III

KESIMPULAN

Dalam pernikahan terkandung maksud agar agama seseorang semakin sempurna, nafsu birahinya tidak serakah, terjaga ketahanan mental dan jasmani, memperkokoh tali persaudaraan, baik antar individu maupun dengan masyarakat, menjaga kemuliaan bangsa dan negara, serta meraih ampunan dosa. dan juga pernikahan bukan hanya sekadar untuk melampiaskan dan mengumbar hawa nafsu birahi, sekadar mencari ajang penyaluran seks, dan pernikahan diupayakan bukan hanya untuk waktu yang singkat tapi pernikahan senantiasa langgeng bahkan sampai di akhirat kelak. maka dari itu semua, islam mengatur segala sesuatunya dari mulai kita memilih calon istri/suami jangan sembarangan memilih begitu saja tapi ada kriteria tertentu yang harus kita lihat, khitbah, akad, dan seterusnya agar semuanya teratur dan menjadi berkah. terakhir kami ucapkan do’a semoga keluarga kita diberi keberkahan oleh Alloh SWT. Amiin......  

DAFTAR PUSTAKA

A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007), hlm. 83. 85

 ‘Adil Fathi ‘Abdullah, 25 Wasiat Rasulullah Menuju Rumah Tangga Sakinah (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2004), hlm. 34.

Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwini bin Majah, Sunan Ibn Ma>jah, Juz I (Beirut: Da>r al-Ih}ya>’ at-Tura>s\ al-’Arabi>, 1395 H), hlm. 597.
gambar jodoh