Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pantun (Jawi: Panuntun) merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).
Daftar isi [sembunyikan]
1 Peran pantun
2 Struktur pantun
3 Jenis-jenis pantun
4 Pranala luar
Peran pantun[sunting | sunting sumber]
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.
Namun, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.
Struktur pantun[sunting | sunting sumber]
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan.
Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh
Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku.
Berikut ini adalah contoh-contoh pantun pantun yang sangat di sukai dan digandrungi oleh anak muda khususnya yaitu pantun asmara atau pantun tentang cinta :, berikut contoh-contohnya sahabat :
1. Ambil gendang di kampung Jeni
bunga melati diatas jendela
makin dipandang makin manis,
sampai di hati merasa gila
2. Ambil tali panjang tujuh
minyak bercampur air mawar
Tuan sebagai tali yang teguh
boleh diambil jadi penawar
3. Ambil tali bunga melati
petik melati patah tampuknya
Hendak mendengar si jantung hati
jantung hati dimana dianya.
4. Ambil sarung dimakan ngengat
batang kelapa ditanah datar
Adinda seorang yang saya ingat
tiada lupa barang sebentar
5. Ambil susu di pasar ikan
susu kambing di Kali mati
Bukan lesu tak kurang makan
lesu sebab menahan hati
1. Ambil gendang di kampung Jeni
bunga melati diatas jendela
makin dipandang makin manis,
sampai di hati merasa gila
2. Ambil tali panjang tujuh
minyak bercampur air mawar
Tuan sebagai tali yang teguh
boleh diambil jadi penawar
3. Ambil tali bunga melati
petik melati patah tampuknya
Hendak mendengar si jantung hati
jantung hati dimana dianya.
4. Ambil sarung dimakan ngengat
batang kelapa ditanah datar
Adinda seorang yang saya ingat
tiada lupa barang sebentar
5. Ambil susu di pasar ikan
susu kambing di Kali mati
Bukan lesu tak kurang makan
lesu sebab menahan hati
6. Ambil benang di dalam peti
tuang lada atas pikulan
Tentu senang di dalam hati
tidak akan jadi sesalan
7. Ambil getah letak di kain
pasang layar di depan pintu
Kalau adinda cinta yang lain
beritahu saya supaya tentu
8. Ambil alu dalam pedati
buah lengkong makanan wali
pikir dahulu di dalam hati
jangan menyesal di kemudian hari
9. Ambil tangga di batang temu
anak lebah main di rawa
Belum juga dapat bertemu
rasanya badan tidak bernyawa
10. Ambil tawas di kampung Jati
ambil parang potong jejamu
Belum puas rasanya hati
jika adinda belum bertemu